Kamis, 02 Mei 2013

PENYESUAIAN DIRI DAN STRESS

Nama : Hikmah Kurniasih, Npm : 13511378, Kelas : 2PA10


A. PENYESUAIAN DIRI
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
2. Konsep Penyesuaian Diri                       
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respons emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
3. Pertumbuhan Personal
Setiap individu akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. 
Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosial pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin.
a.Penekanan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
b.Variasi Pertumbuhan                                                            
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
c.Kondisi-kondisi Untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemalu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
d.Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggaris besarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33).

B. STRESS
1.Apa itu stres ? efek-efek dari stres "General Adaption Syndrom" menurut Hans Seyle
- Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress disebut strain.
- Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress disebut sebagai general adaption syndrome, yang terdiri dari tiga fase:
a. Alarm reaction (reaksi peringatan). Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor (perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengancam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance ( reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya.
c. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
2. Faktor-faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress
1. Kondisi biologik.                                                                
Berbagai penyakit infeksi , trauma fisik dengan kerusakan organ biologik, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologik yang kontinyu.
2. Kondisi Psikologik.
a. Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan modern.
b. Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah diri (self devaluation ) seperti kegagalan mencapai sesuatu yang sangat diidam-idamkan.
c. Berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan, dan kawan.
d. Berbagai kondisi kekurangan yang dihayati sebagai sesuatu cacat yang sangat menentukan seperti penampilan fisik, jenis kelamin, usia, intelegensi dan lain-lain.
e. Berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang menyakut kode moral etika yang dijunjung tinggi tetapi gagal dilaksanakan.
3. Kondisi Sosio Kultural.
Kehidupan modern telah menempatkan manusia kedalam suatu kancah stress sosio kultural yang cukup berat. Perubahan sosio ekonomi dan sosio budaya yang datang secara cepat dan bertubi – tubi memerlukan suatu mekanisme pembelaan diri yang memadai. Stresor kehidupan modern ini diantaranya :
a. Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik, kekecewaan dan sebagainya.
b. Persaingan yang keras dan tidak sehat.
c. Diskriminasi dan segala macam keterkaitannya akan membawa pengaruh yang menghambat perkembangan individu dan kelompok.
- Stres memiliki dua gejala, yaitu gejala fisik dan psikis.
a. Gejala Fisik                                                                                                   
Gejala stres secara fisik dapat berupa jantung berdebar, napas cepat dan terengah – engah, mulut kering, lutut gemetar, suara menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat, berkeringat banyak, tangan lembab, letih yang tak beralasan, merasa gerah, panas , otot tegang.
b. Gejala Psikis
Keadaan stres dapat membuat orang – orang yang mengalaminya merasa gejala – gejala psikoneurosa, seperti cemas, resah, gelisah, sedih, depresi, curiga, fobia, bingung, salah faham, agresi, labil, jengkel, marah, lekas panik, cermat secara berlebihan.
3. Tipe-tipe Stress Psikologis
Ada beberapa jenis-jenis stressor psikologis (dirangkum dari folkman, 1984; Coleman,dkk,1984 serta Rice, 1992) yaitu :
a. Tekanan (pressures)
tekanan bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari luar diri kita yaitu dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar dari keadaan stress tersebut.
b.  Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
c. Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan.
d. Kecemasan
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “Kekhawatiran”, “Keprihatinan”, dan “Rasa Takut” yang kadang-kadang kita alami pada tingkatan yang berbeda-beda (dalam, Pengantar Psikologi, Atkinson dkk.,1983). Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (dalam Psikologi Abnormal: Perspektif Klinisi pada Gangguan Psikologis, Richard P.Halgin dan Susan Krauss, 2010). Contohnya adalah seorang wanita yang berjalan sendirian pada malam hari di tempat yang sepi, dengan cahaya yang remang-remang secara otomatis ia akan merasa takut yang luar biasa bahkan mungkin tingkat kecemasannya menjadi tinggi, karena ia berpikir (biasanya) di malam hari, di tempat yang sepi dapat dijumpai hantu, penjahat, dll. Karena pikirannya yang berhalusinasi maka ia akan merasa sangat ketakutan.
4.Symptom-Reducing Responses terhadap stress, Mekanisme pertahanan diri dan strategi coping untuk mengatasi stres "minor"
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
-Mekanisme Pertahanan Diri
a.Identifikasi
Identifikasi adalah suatu cara yang digunakan individu untuk mengahadapi orang lain dengan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut.
b.Kompensasi
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan dibidang tertentu, tetapi mendapatkan kepuasaan dibidang lain.
c.Overcompensation / Reaction Formation 
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama.
d.Sublimasi                                              
Sublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif.  
e.Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat baik sendiri pada objek diluar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain.
f.Introyeksi
Introyeksi adalah memasukkan dalam diri pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain.
g.Represi
Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan.
h.Regresi
Regresi adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan.
i.Fantasi
Fantasi adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan berkhayal/berfantasi, misalnya dengan lamunan.
j.Sikap Mengritik Orang Lain
Bentuk pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan kritikan-kritikan. Perilaku ini termasuk perilaku agresif yang aktif.
-Strategi Coping Untuk Mengatasi Stress
Menghilangkan stress mekanisme pertahanan dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus penanganan stress atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1.Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping), adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stress atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
2.Coping yang berfokus pada emosi (problem focused coping), adalah isitlah Lazarus untuk strategi penanganan stress dimana individu memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
5.Pendekatan Problem Solving Terhadap Stress. Bagaimana Meningkatkan Toleransi Stress
-Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harus bisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita, kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta, lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi, dari situ kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita, apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.
-Menigkatkan toleransi terhadap stress dengan cara menigkatkan keterampilan / kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya secara psikis : menyadarkan diri sendiri bahwa stress memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, sedangkan secara fisik : mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara  hiburan di televisi, berolahraga secara teratur.

Sumber :
-     - Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
-     - Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
-     - Lur Rochman, Kholil. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN press.
-      - Poerwati, E., dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
-      - Hartono, A., dan Sunanro. 1995. Perkembangan Peserta Didik.  Jakarta: Rineka Cipta.
-      - Halgin, Richard P., Susan Krauss Whitbrourne. 2010. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis pada Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar